Monday, November 22, 2010

Dio


Hari beranjak siang, terik mulai membengkak. Terlihatlah sesosok manusia dengan pakaian SMP berlari kencang mengejar waktu.
“Aku tak boleh terlambat !” ucap lelaki itu dalam hati.
Dia berlari dan terus berlari.
@@@
Sesampainya di pintu gerbang, “Masuklah !” kata penjaga pintu gerbang
“Terima kasih, Pak !” lalu Dio berlari menyusuri lorong menuju ke kelas 9G.
Sesampainya di kelas, “Duduklah !” kata Bu Sukma dengan tatapan nanar.
”Terima kasih, Bu !” lalu Dio duduk di sebelah Sinta.
“Kita mulai lagi pelajarannya !” kata Bu Sukma, Keras.
@@@
Di sebuah kantin, Dio dan kawan – kawan bergerombol di sudut, mereka bercengkrama ria, kecuali Dio, wajahnya terlihat murung.
“Sudahlah kawan, jangan murung terus !” Ria menghampiri Dio.
“Hem !” dengus Dio
“Iya kawan, nih minum !” Roni memberikan segelas jus yang langsung disambar oleh Dio.
“Thanks, Ron !”
“Tak masalah !” Roni berkedip sebelah, “Oy, ke kelas yuk, udah mau bel nih !”
“Nanti lah Ron, nanggung tau !” timpal Coni
“Iya nih si Roni, kelakuan dah. Kalo mau masuk kelas, masuk sendiri sana !” ejek Joko.
“Yeeee, malah pada sewot, ya udahlah, yuk Dio !” Roni menarik tangan Dio.
“Kita balik dulu yah !” kat Dio.
“Huuuu !” ejek semua teman mereka. Roni dan Dio ngacir.
@@@
Sesampainya di rumah, Dio segera mengganti pakaiannya dan mulai mengerjakan semua pr – pr nya.
“Dio, keluar !” bentak ibu tiri Dio, Ibu Ruslan.
“Iya, Bu !” Dio keluar kamar dengan wajah lesu.
“Cuci piring, cepat !”
“Iya , Bu !”
Begitulah kehidupan sehari – hari Dio. Setiap pagi, dia disuruh Ibu tirinya untuk mengambil air di kali yang jaraknya hampir 2 km, dua ember penuh. Lalu mengambil sayur – sayuran tetangga dengan cara mencuri, dan memancing ikan untuk lauknya sendiri.
Sepulang sekolah biasanya dia disuruh untuk melakukan semua pekerjaan rumah. Seb enarnya ayah Dio masih hidup, tapi sekarang dia tinggal di sebuah rumah sakit kejiwaan di Ibu Kota, sudah lima tahun dia disana, yaitu semenjak dia ditinggal oleh istri pertamanya.
Sejak saat itu, istri keduanya, Ruslan, enggan untuk tinggal di rumah suaminya yang sangat mewah, dia lebih memilih untuk tinggal di rumahnya sendiri bersama anak tirinya.
“Sudah, Bu !” Dio berteriak memanggil ibunya yang telah tertidur di dipan kayunya.
Ruslan terbangun kaget mendengar teriakan Dio, setelah dia sadar sepenuhnya, tangannya langsung melayang mendarat di pipi Dio. Dio merasakan pipinya yang merah dan mulai menangis sesenggukan di depan Ruslan.
“Berani kau ya sama ibu ! Lancang kau !” teriak Ruslan yang telah menambah jumlah tamparannya.
Akhirnya tangis Dio pecah dan dia berlari ke kamarnya, untuk menangis sepuasnya.

No comments:

Post a Comment