Mata Dio bengkak, merah
sekali, sehingga dio berusaha menghilangkannya, alhasil, semua
usahanya membuat matanya semakin merah.
Namun, walaupun dengan
kondisi seperti itu, dia tetap menjalankan semua perintah Ruslan
seperti biasanya, hingga membuatnya memeahkan rekor terlambat
sekolah.
Saat pelajaran Agama,
tiba-tiba Dio dipanggil ke ruang kepala sekolah.
“Oh, Dio!” salam
Kepala Sekolah, Pak Nurdin.
“Hmmm, ada apa ya, Pak?
“ tanya Dio penasaran.
“Duduk, duduk, Bapak
mau bilang sesuatu.”
Dio pun menuruti perintah
Pak Nurdin.
“Begini Dio, sebenarnya
sekolah baru saja mendapatkan kabar, bahwa telah terjadi sesuatu
terhadap Ibu Ruslan……”
“Kenapa, Pak? Tanya Dio
sedikit panik.
“Ibu kamu itu terkena
sesuatu, Dio.”
“Terkena apa, Pak?”
Dio semakin panik.
“Ibu Ruslan, terkena
maut…….Dio”
“Aaaaa…..”
Air
mata Dio menetes di pangkuan Pak Nurdin.
@.@.@.@.@.@
Di
rumah, Dio sendirian melihat ibu tirinya tergeletak di atas ranjang,
dengan bungkusan kain mori. Tak ada satu pelayat pun yang datang,
tak ada seorang pun yang mmembacakan do’a, dan tak ada seorang pun
yang mau mengebumikan Ruslan, hingga jasadnya tergeletak begitu saja,
menyedihkan.
Dengan peralatan
seadanya, Dio mulai menggali sebuah lubang di kamarnya, dalam dan
besar. Dio bermaksud untuk menguberkan ibu tirinya di situ, karena
tak ada tempat lain kecuali di situ.
Setaelah lubang selesai,
Dio langsung memasukkan jasad ibunya dan menimbunnya dengan tanah.
Dua batang pohon sebagai penanda juga dipasang di kedua ujungnya.
Walaupun hari sudah malam
dan disrtai tubuh yang lelah, Dio memaksakan diri untuk mengambil
beberapa bunga untuk makam Ruslan di sebuah bukit, desa tetangga.
Dengan tangan gemetaran,
ditaburkannya bunga-bunga itu di atas makam ibu tirinya dan disertai
dengan sebuah do’a. Air mata mengucur deras di atas makam itu.
No comments:
Post a Comment