Dengan menenteng sebuah kopor yang cukup besar, Johan mulai meninggalkan halaman rumahnya. Langkahnya tampak lebar dan tergesa-gesa.Setelah tiba di perempatan jalan, dia berbelok ke utara dan menuju persawahan untuk menemui Joni yang telah menunggunya daritadi.
"Hai, Jon!" sapanya,"Sudah lama?"
"Lumayan, mungkin baru 5 menit." jawab Joni sambil mendekati Johan,"Kita duduk di sana saja." kata Joni sambil menunjuk ke sebuah gubug bambu.
"Di sini sejuk, ya!" ucap Johan sambil meletakkan kopornya.
"Ya, tentu saja. Sangat berbeda dengan di Jakarta nanti. Di sana panas!" kata Joni dengan tatapan sinisnya.
"Memang Jon, tapi aku telah siap menerima apapun resikonya ketika aku memutuskan untuk pergi ke Jakarta." timpal Johan dengan sebuah senyuman.
"Yah, terserah saja. Di sana banyak kejahatan!"
"Aku sudah tahu."
"Di sana apa-apa mahal."
"Itupun aku sudah tahu."
"Dan di sana..."
"Sudah Jon, hentikan!" potong Johan.
"Di sana mengerikan Johan! Urungkan niatmu!" kata Joni dengan keras.
"Kalau aku mengurungkan niatku, siapa yang akan menafkahi keluargaku? Bapakku 8 hari lalu sudah meninggal, Ibuku tidak bekerja. Adik-adikku masih kecil." Johan menarik nafas dalam-dalam,"Kau tak memikirkan itu?"
"Di sini kau bisa mencari nafkah bersamaku di pabrik itu." bela Joni.
"Upah 12.000 sehari tidak cukup untuk satu keluarga, Jon."
"Nanti separo gajiku buatmu saja."
"Tetap saja, 18.000 sehari tidak cukup. Lagipula aku tak akan mau menerima uang darimu."
"Ya sudah, memang berapa gajimu di sana nanti?"
"100 ribu sehari." jawab Johan.
"Wow, itu gaji yang sangat besar, Johan. Di mana tempatmu bekerja nanti?"
"Proyek bangunan."
"Apa? Proyek bangunan?" Joni tertawa kecil,"Kau ini campur semen sama pasir tidak bisa, malah mau kerja di tempat seperti itu, sudahlah, kau tak perlu ke sana. Kita cari pekerjaan baru di sini saja, banyak." timpal Joni.
"Joni, Joni, kau ini bisa-bisanya berkata seperti itu. Tentu sekarang aku sudah belajar dan sudah bisa mencampur semen sama pasir. Memasang bata pun juga bisa." sahu Johan,"Kau tak mau kalau sahabatmu ini sukses di Jakarta?"
"Bukannya aku tidak senang, Johan, tapi aku mengkhawatirkanmu di sana. Aku tak mau terjadi apa-apa pada dirimu."
"Tenang saja, tanpa kamu pun aku bisa jaga diri di sana."
"Kau benar-benar mau ke sana sekarang? Sudah dapat tiket keretanya?" tanya Joni.
"Ya, berangkatnya nanti sore." jawab Johan.
"Lalu, kenapa kau menyuruhku datang ke sini pagi-pagi?"
"Aku mau mengajakmu jalan-jalan dulu, mau kan?"
"Ke mana? Pasti ke sungai." tebak Joni.
"Ya, benar sekali. Dan aku ada sesuatu." Johan membuka kopornya dan mengeluarkan sebuah bungkusan tas plastik hitam.
"Apa itu, Johan? Pasti Jagung sama saos, ya kan?"
"Wah, kau hebat Jon. Benar semua." kata Johan sambil menepuk bahu Joni,"Ayo, kita berangkat sekarang!"
Akhirnya mereka berdua pun beranjak diri gubug bambu itu dan berjalan melewati pematang sawah sambil sesekali mereka main kejar-kejaran dan membuat Joni terperosok karena kehilangan keseimbangan.
Joni hanya tertawa tipis dan riang sambil terus berlari hingga pada akhirnya berhenti di pinggir sungai.
"Kau mau mandi, Johan?" tawar Joni.
"Tidak, aku hanya mau mencelupkan kakiku saja." jawab Johan sambil mendekati sungai, dia melipat celana panjangnya dan duduk di pinggir sungai sambil mencelupkan kakinya.
"Baiklah, kalau begitu aku akan mencari ranting dan batu buat bakar Jagung nanti." kata Joni.
"Ya, jangan lama-lama." sahut Johan.
Setelah ranting-ranting kering terkumpul, Joni mengeluarkan korek dari saku celananya dan membuat api.
"Ayo, Johan. Apinya sudah jadi." teriak Joni.
"Baiklah, aku ke situ sekarang."
Proses membakar jagung pun dimulai hingga akhirnya matang dan diolesi saos tomat.
"Nikmat sekali jagung ini, Han." kata Joni sambil makan jagungnya dengan buru-buru.
"Pelan-pelan makannya Jon, masih ada 3 jagung lagi, kan. Nanti keseleg baru tahu rasa kau!" kata Johan memperingatkan.
"Oke-oke," sambar Joni sambil memperlambat irama makannya,"Gemericik sungai itu menenangkan, ya?" tambahnya.
"Iya, dan di sana tidak ada yang seperti ini." sahut Johan agak kesal,"Jon!"
"Apa?"
"Kalau seandainya aku berhasil dan sukses di sana, kau mau aku belikan apa?"
"Aku tak mau kau belikan apa-apa, aku hanya mau kau pulang dan kumpul denganku seperti ini." jawab Joni.
"Ya, pasti aku pulang. Tapi kau mau minta apa?"
"Aku minta agar kau tetap sederhana seperti ini walaupun kau sudah sukses nanti."
"Tentu saja, Jon. Aku tak akan berubah." sambar Johan,"Tapi yang kumaksud di sini adalah benda, kau mau apa?"
"Kau mau membelikanku apapun yang kuminta?"
"Ya, aku janji, apapun asal aku nanti sanggup membelinya."
"Kalau begitu aku mau BMW."
"Wuidih, BMW. Memangnya kau bisa nyetir?"
"Ya nanti belajar dululah, mau kan?"
"Tentu saja aku mau, kan aku tadi sudah berjanji." kata Johan, "Sekarang habiskan dulu Jagung-jagung ini." tambahnya.
Matahari semakin naik dan udara di sekitar mulai menghangat. Kicau burung yang sedari tadi terdengar kini telah bungkam. Yang masih terdengar sekarang hanyalah suara gemericik air sungai.
Setelah memadamkan api, mereka pergi menuju stasiun yang jaraknya 5km dengan jalan kaki.
"Akhirnya sampai juga." kata Joni sambil mengusap peluhnya.
"Capek, Jon? Ayo kita beli minum." ajak Johan sambil menyeret lengan Joni.
Mereka membeli satu botol air mineral ukuran besar dan meminumnya sampai habis.
"Haaah, haaah, haaah," desah Joni,"Lega sekarang. Kita duduk di bangku panjang itu, yuk!"
Mereka pun duduk di sebuah bangku panjang yang berwarna biru dan terbuat dari besi.
"Keretamu yang mana, Han?" tanya Joni memulai obrolan.
"Sekarang belum datang, dua jam lagi." jawab Johan.
"Wah, lama tuh."
"Iya, setelah kereta sampai pun masih harus nunggu 2 jam lagi, totalnya 4 jam." terang Johan.
"Oh, ya udah. Tak apalah nunggu 4 jam." kata Joni,"Oh iya, Han. Kau ke sana dapat undangan dari siapa?"
"Dari Yusuf."
"Yusuf teman SMP kita itu?"
"Iya, benar sekali. Sekarang dia sudah jadi mandor, sudah sukses."
"Oh, begitu toh, nanti kau juga bisa jadi mandor?"
"Tentu bisa, asal kerjaku baik."
"Yaudah, nanti kalau kerja yang baik, ya!"
"Sip lah, kau sekarang libur kerja, ya?"
"Bukan, tapi aku bolos. Habis mau bagaimana lagi, minta izin pun pasti tak dikasih. Bolos saja deh." jawab Joni.
"Dasar kau itu, bosmu masih Pak Gilang?"
"Masih."
"Ooh, kau semalam nonton bola tidak?"
"Tidak, aku tak suka bola." jawab Joni.
"Keren lho semalam."
Obrolan pun terus saja bergulir hingga pada akhirnya waktu empat jam sudah terlewati.
"Aku harus berangkat sekarang, Jon." kata Johan.
"Kau gerbong ke berapa?"
"Pertama, paling depan."
"Penuh, Johan, kau tak akan bisa masuk ke sana."
"Kalau kelas ekonomi ya seperti ini, Jon. Penuh tak masalah."
"Baiklah, jaga dirimu baik-baik, ya. Jangan lupa kirim surat setelah sampai.
Ini buatmu." Joni menyerahkan sebuah kalung berbandul persegi panjang kepada Johan,"Di dalamnya ada foto kita." tambahnya.
"Baik, yang ini buatmu. Sama sebetulnya." kata Johan sambil menyerahkan gantungan kunci berbandul persegi panjang.
"Terima kasih, Johan!" kata Joni sambil memeluk erat-erat tubuh Johan.
Johan pun membalasnya dengan menambahkan tekanan.
"Aku akan merindujanmu, Johan." kata Joni.
"Aku juga, Joni, tenang saja, 2 tahun lagi aku pulang."
"Dasar, 2 tahun itu lama tauk. Ya sudah," Joni melepas pelukannya,"Sekarang naiklah, kereta sudah hampir berangkat."
"Baiklah." kata Johan sambil berlari dan memasuki gerbong pertama, tangannya melambai sebelum dia benar-benar masuk dan menghilang.
Dengan langkah gontai Joni pulang ke rumahnya. Dia mengambil kunci rumahnya dan memasangkan gantungannya di sana serta membawanya bersama ketika mandi.
Setelah malam datang, dia pergi ke pos ronda.
"Kau tak bersama Johan? Tumben." kata Andi yang menyambutnya di pos ronda.
"Dia pergi." jawab Joni singkat.
"Ke mana?"
"Ke mana-mana buat cari kerjaan."
"Ooh begitu, kau mau tidur di sini? Kesepian, ya?"
"Diam, bawel. Aku mau tidur, selamat malam!"
Pagi-pagi sekali Joni terbangun, ingin rasanya dia tidur lagi, tapi tak bisa. Hingga pada akhirnya dia menyalakan televisi yang tersedia di pos ronda.
'Kecelakaan kereta lagi-lagi terjadi, kali ini Kereta Bhinneka jurusan Surabaya-Jakarta bertubrukan dengan Kereta Lawu Nusantara.'
Joni terperangah,"Tidak mungkin, tidak!" desahnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
'Semua penumpang yang berada di gerbong pertama masing-masing kereta tewas seketika'
"Tidak mungkin, tidaak!" Joni semakin panik.
"Ada apa sih ribut-ribut, aku masih ngantuk tahu." timpal Andi yang terbangunkan karena teriakan Joni.
"Tidaaakkk, JOHAAAAAAN!!" teriak Joni sangat keras.
"Johan kenapa?" tanya Andi.
"JOHAAAAAN...."
Tamat
Karangawen, 31 Mei 2011
Alisarda (",)
semoga anda terhibur.....
"Hai, Jon!" sapanya,"Sudah lama?"
"Lumayan, mungkin baru 5 menit." jawab Joni sambil mendekati Johan,"Kita duduk di sana saja." kata Joni sambil menunjuk ke sebuah gubug bambu.
"Di sini sejuk, ya!" ucap Johan sambil meletakkan kopornya.
"Ya, tentu saja. Sangat berbeda dengan di Jakarta nanti. Di sana panas!" kata Joni dengan tatapan sinisnya.
"Memang Jon, tapi aku telah siap menerima apapun resikonya ketika aku memutuskan untuk pergi ke Jakarta." timpal Johan dengan sebuah senyuman.
"Yah, terserah saja. Di sana banyak kejahatan!"
"Aku sudah tahu."
"Di sana apa-apa mahal."
"Itupun aku sudah tahu."
"Dan di sana..."
"Sudah Jon, hentikan!" potong Johan.
"Di sana mengerikan Johan! Urungkan niatmu!" kata Joni dengan keras.
"Kalau aku mengurungkan niatku, siapa yang akan menafkahi keluargaku? Bapakku 8 hari lalu sudah meninggal, Ibuku tidak bekerja. Adik-adikku masih kecil." Johan menarik nafas dalam-dalam,"Kau tak memikirkan itu?"
"Di sini kau bisa mencari nafkah bersamaku di pabrik itu." bela Joni.
"Upah 12.000 sehari tidak cukup untuk satu keluarga, Jon."
"Nanti separo gajiku buatmu saja."
"Tetap saja, 18.000 sehari tidak cukup. Lagipula aku tak akan mau menerima uang darimu."
"Ya sudah, memang berapa gajimu di sana nanti?"
"100 ribu sehari." jawab Johan.
"Wow, itu gaji yang sangat besar, Johan. Di mana tempatmu bekerja nanti?"
"Proyek bangunan."
"Apa? Proyek bangunan?" Joni tertawa kecil,"Kau ini campur semen sama pasir tidak bisa, malah mau kerja di tempat seperti itu, sudahlah, kau tak perlu ke sana. Kita cari pekerjaan baru di sini saja, banyak." timpal Joni.
"Joni, Joni, kau ini bisa-bisanya berkata seperti itu. Tentu sekarang aku sudah belajar dan sudah bisa mencampur semen sama pasir. Memasang bata pun juga bisa." sahu Johan,"Kau tak mau kalau sahabatmu ini sukses di Jakarta?"
"Bukannya aku tidak senang, Johan, tapi aku mengkhawatirkanmu di sana. Aku tak mau terjadi apa-apa pada dirimu."
"Tenang saja, tanpa kamu pun aku bisa jaga diri di sana."
"Kau benar-benar mau ke sana sekarang? Sudah dapat tiket keretanya?" tanya Joni.
"Ya, berangkatnya nanti sore." jawab Johan.
"Lalu, kenapa kau menyuruhku datang ke sini pagi-pagi?"
"Aku mau mengajakmu jalan-jalan dulu, mau kan?"
"Ke mana? Pasti ke sungai." tebak Joni.
"Ya, benar sekali. Dan aku ada sesuatu." Johan membuka kopornya dan mengeluarkan sebuah bungkusan tas plastik hitam.
"Apa itu, Johan? Pasti Jagung sama saos, ya kan?"
"Wah, kau hebat Jon. Benar semua." kata Johan sambil menepuk bahu Joni,"Ayo, kita berangkat sekarang!"
Akhirnya mereka berdua pun beranjak diri gubug bambu itu dan berjalan melewati pematang sawah sambil sesekali mereka main kejar-kejaran dan membuat Joni terperosok karena kehilangan keseimbangan.
Joni hanya tertawa tipis dan riang sambil terus berlari hingga pada akhirnya berhenti di pinggir sungai.
"Kau mau mandi, Johan?" tawar Joni.
"Tidak, aku hanya mau mencelupkan kakiku saja." jawab Johan sambil mendekati sungai, dia melipat celana panjangnya dan duduk di pinggir sungai sambil mencelupkan kakinya.
"Baiklah, kalau begitu aku akan mencari ranting dan batu buat bakar Jagung nanti." kata Joni.
"Ya, jangan lama-lama." sahut Johan.
Setelah ranting-ranting kering terkumpul, Joni mengeluarkan korek dari saku celananya dan membuat api.
"Ayo, Johan. Apinya sudah jadi." teriak Joni.
"Baiklah, aku ke situ sekarang."
Proses membakar jagung pun dimulai hingga akhirnya matang dan diolesi saos tomat.
"Nikmat sekali jagung ini, Han." kata Joni sambil makan jagungnya dengan buru-buru.
"Pelan-pelan makannya Jon, masih ada 3 jagung lagi, kan. Nanti keseleg baru tahu rasa kau!" kata Johan memperingatkan.
"Oke-oke," sambar Joni sambil memperlambat irama makannya,"Gemericik sungai itu menenangkan, ya?" tambahnya.
"Iya, dan di sana tidak ada yang seperti ini." sahut Johan agak kesal,"Jon!"
"Apa?"
"Kalau seandainya aku berhasil dan sukses di sana, kau mau aku belikan apa?"
"Aku tak mau kau belikan apa-apa, aku hanya mau kau pulang dan kumpul denganku seperti ini." jawab Joni.
"Ya, pasti aku pulang. Tapi kau mau minta apa?"
"Aku minta agar kau tetap sederhana seperti ini walaupun kau sudah sukses nanti."
"Tentu saja, Jon. Aku tak akan berubah." sambar Johan,"Tapi yang kumaksud di sini adalah benda, kau mau apa?"
"Kau mau membelikanku apapun yang kuminta?"
"Ya, aku janji, apapun asal aku nanti sanggup membelinya."
"Kalau begitu aku mau BMW."
"Wuidih, BMW. Memangnya kau bisa nyetir?"
"Ya nanti belajar dululah, mau kan?"
"Tentu saja aku mau, kan aku tadi sudah berjanji." kata Johan, "Sekarang habiskan dulu Jagung-jagung ini." tambahnya.
Matahari semakin naik dan udara di sekitar mulai menghangat. Kicau burung yang sedari tadi terdengar kini telah bungkam. Yang masih terdengar sekarang hanyalah suara gemericik air sungai.
Setelah memadamkan api, mereka pergi menuju stasiun yang jaraknya 5km dengan jalan kaki.
"Akhirnya sampai juga." kata Joni sambil mengusap peluhnya.
"Capek, Jon? Ayo kita beli minum." ajak Johan sambil menyeret lengan Joni.
Mereka membeli satu botol air mineral ukuran besar dan meminumnya sampai habis.
"Haaah, haaah, haaah," desah Joni,"Lega sekarang. Kita duduk di bangku panjang itu, yuk!"
Mereka pun duduk di sebuah bangku panjang yang berwarna biru dan terbuat dari besi.
"Keretamu yang mana, Han?" tanya Joni memulai obrolan.
"Sekarang belum datang, dua jam lagi." jawab Johan.
"Wah, lama tuh."
"Iya, setelah kereta sampai pun masih harus nunggu 2 jam lagi, totalnya 4 jam." terang Johan.
"Oh, ya udah. Tak apalah nunggu 4 jam." kata Joni,"Oh iya, Han. Kau ke sana dapat undangan dari siapa?"
"Dari Yusuf."
"Yusuf teman SMP kita itu?"
"Iya, benar sekali. Sekarang dia sudah jadi mandor, sudah sukses."
"Oh, begitu toh, nanti kau juga bisa jadi mandor?"
"Tentu bisa, asal kerjaku baik."
"Yaudah, nanti kalau kerja yang baik, ya!"
"Sip lah, kau sekarang libur kerja, ya?"
"Bukan, tapi aku bolos. Habis mau bagaimana lagi, minta izin pun pasti tak dikasih. Bolos saja deh." jawab Joni.
"Dasar kau itu, bosmu masih Pak Gilang?"
"Masih."
"Ooh, kau semalam nonton bola tidak?"
"Tidak, aku tak suka bola." jawab Joni.
"Keren lho semalam."
Obrolan pun terus saja bergulir hingga pada akhirnya waktu empat jam sudah terlewati.
"Aku harus berangkat sekarang, Jon." kata Johan.
"Kau gerbong ke berapa?"
"Pertama, paling depan."
"Penuh, Johan, kau tak akan bisa masuk ke sana."
"Kalau kelas ekonomi ya seperti ini, Jon. Penuh tak masalah."
"Baiklah, jaga dirimu baik-baik, ya. Jangan lupa kirim surat setelah sampai.
Ini buatmu." Joni menyerahkan sebuah kalung berbandul persegi panjang kepada Johan,"Di dalamnya ada foto kita." tambahnya.
"Baik, yang ini buatmu. Sama sebetulnya." kata Johan sambil menyerahkan gantungan kunci berbandul persegi panjang.
"Terima kasih, Johan!" kata Joni sambil memeluk erat-erat tubuh Johan.
Johan pun membalasnya dengan menambahkan tekanan.
"Aku akan merindujanmu, Johan." kata Joni.
"Aku juga, Joni, tenang saja, 2 tahun lagi aku pulang."
"Dasar, 2 tahun itu lama tauk. Ya sudah," Joni melepas pelukannya,"Sekarang naiklah, kereta sudah hampir berangkat."
"Baiklah." kata Johan sambil berlari dan memasuki gerbong pertama, tangannya melambai sebelum dia benar-benar masuk dan menghilang.
Dengan langkah gontai Joni pulang ke rumahnya. Dia mengambil kunci rumahnya dan memasangkan gantungannya di sana serta membawanya bersama ketika mandi.
Setelah malam datang, dia pergi ke pos ronda.
"Kau tak bersama Johan? Tumben." kata Andi yang menyambutnya di pos ronda.
"Dia pergi." jawab Joni singkat.
"Ke mana?"
"Ke mana-mana buat cari kerjaan."
"Ooh begitu, kau mau tidur di sini? Kesepian, ya?"
"Diam, bawel. Aku mau tidur, selamat malam!"
Pagi-pagi sekali Joni terbangun, ingin rasanya dia tidur lagi, tapi tak bisa. Hingga pada akhirnya dia menyalakan televisi yang tersedia di pos ronda.
'Kecelakaan kereta lagi-lagi terjadi, kali ini Kereta Bhinneka jurusan Surabaya-Jakarta bertubrukan dengan Kereta Lawu Nusantara.'
Joni terperangah,"Tidak mungkin, tidak!" desahnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
'Semua penumpang yang berada di gerbong pertama masing-masing kereta tewas seketika'
"Tidak mungkin, tidaak!" Joni semakin panik.
"Ada apa sih ribut-ribut, aku masih ngantuk tahu." timpal Andi yang terbangunkan karena teriakan Joni.
"Tidaaakkk, JOHAAAAAAN!!" teriak Joni sangat keras.
"Johan kenapa?" tanya Andi.
"JOHAAAAAN...."
Tamat
Karangawen, 31 Mei 2011
Alisarda (",)
semoga anda terhibur.....
No comments:
Post a Comment