Sesaat kemudian sang surya sudah turun, hilang ditelan bumi. Angin malam yang begitu dingin mulai berhembus ke seluruh penjuru, membuat merinding siapa saja yang merasakan hembusannya. Burung-burung di atas tampak bergerombol dan mulai hinggap di atas sebuah pohon untuk beristirahat. Raut wajah mereka nampak senang karena perut mereka telah terisi. Cengkrama mereka begitu ramai, namun sayang, kita tak bisa mengartikannya.
Tepat di bawah pohon tersebut, duduklah seorang laki-laki kecil yang berambut putih. Raut mukanya tampak masam dan tangannya terlihat menekan perutnya yang seakan terlilit tambang.
Wajahnya yang kotor tampak meringis kesakitan, hingga akhirnya butir-butir air mata mulai menetes dari matanya yang hijau.
Lehernya terangkat dan mulai menatap luas langit malam yang bertaburan bintang-bintang. Indah, pikirnya dalam hati.
Setelah puas memandangi langit, dia mengambil nafas dalam-dalam dan menahan lelehan air matanya yang semakin deras. Di sekanya air mata yang masih menempel di wajah itu dengan daun kering.
Dia pun berdiri, berbalik dan mulai memanjat pohon beringin yang ada di depannya. Angin malam yang seakan menusuk tubuh dihiraukannya dan terus memanjat hingga sampailah dia di sebuah cabang dan segera mendudukinya.
Tangannya yang mungil mulai menggapai daun-daun muda di dekatnya yang langsung dimakannya dengan lahap.
Di kejauhan, dia melihat ada sesuatu yang besar sedang mendekat. Naga, pikirnya dalam hati. Namun dia tak begitu menghiraukan sesuatu itu dan terus saja mengisi perutnya hingga dia merasa kenyang.
Hawa yang begitu dingin mulai dirasakan anak itu ketika naga es terbang itu mulai mendekat.
Kemudian naga itu melemparkan sebuah kantong tidur yang langsung ditangkap dengan sigap oleh anak itu, untuk kemudian dipakainya. Rasa dingin yang dia rasakan tadi pun seakan sirna digantikan oleh rasa hangat yang kini mulai menjalar ke sekujur tubuhnya.
Anak itu tertegun dan mulai mengamati naga bermata merah di depannya itu. Sontak dia sadar betapa mengerikannya naga itu dan mulai menutupi wajahnya dengan telapak tangan.
Setelah terdengar suara karung yang jatuh, naga itu pergi dan Toushiro mulai terlelap.
Di alam mimpinya dia merasa bahwa dirinya bisa mengendalikan naga dan terbang keliling dunia.
Sang waktu pun terus berjalan hingga mengundang Sang Surya muncul dan mulai menerangi Pohon Beringin itu.
Merasakan ada yang begitu menyilaukan di depan kelopak matanya, Toushiro pun terbangun dan oleng hingga membuat dirinya terjatuh.
Namun Toushiro baik-baik saja akibat kantong tidur yang dipakainya. Lalu dia pun melepaskan dirinya dan menemukan sebuah haori (jubah shinigami) tepat di bawah pohon.
Toushiro pun memungutnya dan kemudian mengenakannya. Mungkin cocok, pikirnya. Karena dia tidak mempunyai cermin.
Burung-burung yang semalam bertengger kini mulai bangun dan mengeluarkan siulan khas mereka. Mereka nampak bersemangat sekali hingga membuat Toushiro melupakan rasa yang melilit perutnya.
Namun kemudian, Toushiro mulai merasakan perutnya melilit ketika burung-burung itu berhenti bersiul dan terbang untuk berpetualang mencari makan.
Dengan gerakan yang terlatih, Toushiro memanjat pohon dan mulai memakan daunnya ketika telah sampai di cabang yang semalam dia pakai untuk tidur.
Dari atas, matanya menerawang jauh menembus batas cakrawala.
End
Alisarda, 4 Mei 2011
No comments:
Post a Comment