DIO part. 3
Fajar pun datang. Matahari mulai menampakkan sinar orange-nya seolah membelah langit. Bayangan panjang pohon-pohon telah menutupi jalan-jalan yang sekarang penuh dengan orang-orang yang telah melakukan rutinitasnya.
Di sebuah rumah yang sangat sederhana. Dio melangkahkan kakinya dengan perlahan keluar dan menutup pintu. Tak lupa, dia juga meninggalkan secarik kertas yang berisikan sebuah pesan, namun entah siapa yang akan ditujunya, dia hanya meletakkanya begitu saja di atas meja.
“selamat tinggal”
Sementara Dio melangkahkan kakinya ke arah selatan di mana terdapat bukit-bukit tinggi lengkap dengan hutannya. Banyak orang yang berpapasan memandanginya dengan curiga, “Kenapa?” kata Dio tajam seolah menembus ke jantung-jantung mereka.
Akhirnya Dio mencapai puncak tertinggi di sebuah bukit ketika matahari sudah mulai condong ke barat. Kakinya tepat berada di atas sebuah batu hitam yang mengkilap, lima puluh meter di depannya, maut telah menanti.
Sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan rumah yang ditinggalkan oleh Dio. Setelah seseorang dari dalamnya keluar, jelas bahwa dia adalah ayah Dio, yang rupanya sudah sembuh dari penyakit jiwanya. Dia memandang rumah itu dengan sesungging senyum yang merekah di wajahnya, mengingat sebentar lagi dia akan bertemu dengan anak dan istrinya.
Namun harapannya kandas ketika dia telah melilhat sebuah gundukan tanah yang ujungnya tertancap batang pohon. Dengan perasaan ngeri yang bercampur bingung, dia memainkan bunga-bunga yang ada di atas gundukan tanah itu. Pandangannya berkeliking mencari-cari sesuatu yang bias dijadikannya petunjuk, hingga akhirnya dia berjalan kea rah meja dan menemukan pasan “selamat tinggal” Dio.
Dengan perasaan yang telah mantap, sepasang kaki itu akhirnya melompat dan terjun ke dalam jurang yang hitam dan gelap.
~ THE END~
~salamPANTERA
7 Januari 2011
No comments:
Post a Comment